Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Pemilu

Bagikan
By Admin - RealNewsBengkulu.Com 07 Feb 2023, 21:26:58 WIB Kabupaten Rejang Lebong
Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Pemilu


Oleh : Merliyanto Agumay, SP

Realnewsbengkulu.com || Rejang Lebong -- Indonesia sudah 12 kali menyelenggarakan pemilu sejak tahun 1955 dengan pemilihan anggota DPR dan anggota Konstituante hingga pemilu serentak tahun 2019 lalu. Dalam jangka waktu tersebut sudah banyak perubahan yang terjadi baik dalam sistem pemilu maupun keterwakilan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.

Meski perubahan yang terjadi terus merangkak maju. Namun, kesetaraan gender masih jauh di bawah standar saat ini. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana proses penyelenggaraan pemilu dapat dirancang agar terbentuk lebih adil dan inklusif.

Apa itu kesetaraan gender?

Gender equality atau kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua individu dalam suatu masyarakat diperlakukan secara adil dan sama, tanpa memandang jenis kelamin mereka. Di Indonesia, isu kesetaraan gender seringkali dikaitkan dengan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya hak-hak perempuan.

Pada era demokrasi, penyelenggaraan pemilu haruslah menjunjung tinggi prinsip kesetaraan gender. Hal ini artinya, setiap warga negara berhak mendapatkan akses yang sama terhadap pelayanan publik dan hak-hak politiknya, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.

Mengapa kesetaraan gender penting dalam pemilu?

Perempuan di Indonesia telah berjuang sejak zaman dulu untuk mendapatkan hak-hak yang sama dengan laki-laki. Beberapa perempuan telah berhasil menembus batasan gender dan mencapai posisi penting di masyarakat, namun masih banyak perempuan Indonesia yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama. Keterlibatan perempuan dalam politik dan pemilihan umum merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam masyarakat.

Kesetaraan gender penting dalam pemilu karena memastikan bahwa setiap orang memiliki suara yang sama dalam proses demokrasi. Hal ini juga membantu memastikan bahwa suara perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya didengar dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam demokrasi, setiap suara sama dan suara setiap orang harus didengar. Namun, ini tidak selalu terjadi. Perempuan dan kelompok terpinggirkan tradisional lainnya seringkali dikecualikan dari proses politik, baik melalui diskriminasi langsung atau hanya karena mereka tidak memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi. Artinya, suara mereka tidak selalu terwakili dalam keputusan tentang bagaimana negara dijalankan.


Dengan bertambahnya keterwakilan perempuan dalam setiap PEMILU akan berdampak langsung dalam proses pengambilan kebijakan di setiap tingkatkan. Ini juga membantu memastikan bahwa semua suara didengar dalam pengambilan keputusan, yang penting untuk demokrasi yang sehat.

Bagaimana penyelenggaraan pemilu bisa mewujudkan kesetaraan gender?

Pemilu adalah sebuah proses yang sangat penting dalam demokrasi, dimana setiap warga negara memiliki kesempatan untuk memberikan suara pada pilihan-pilihan politik yang akan mempengaruhi masa depan mereka. Proses penyelenggaraan pemilu sendiri juga haruslah dilakukan secara adil dan setara bagi semua warga negara, tanpa pandang bulu. 

Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemilu yang setara adalah memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam hal ikut serta dalam segala tingkatannya, mulai dari peserta pemilu, partisipasi publik hingga sebagai penyelenggara pemilu.

Dalam hal ini sudah ada beberapa peraturan perundangan-undangan yang menggatur terkait keterwakilan perempuan dalam penyelenggaran Pemilihan Umum baik sebagai peserta PEMILU yang diatur dalam Peraturan Pengganti Undang-undang (PERPU) no 1 tahun 2022 tentang Perubahan UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada pasal 173 ayat (2) huruf (e) maupun sebagai penyelenggara UU no 15 tahun 2011 Pasal 6(5), 12(1), 41 (3), 72 (2), PKPU 8 2022 pasal 5 (2), 16(2) 28(2) yang mengatur terkait keterwakilan perempuan  paling sedikit 30% dalam setiap tingkatan baik peserta ataupun penyelenggara Pemilu.

Keterwakilan perempuan di DPR RI hasil Pemilu 2019 merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. Tercatat 120 perempuan atau 20,87 persen, dilantik sebagai Anggota DPR RI pada tanggal 1 Oktober 2019. Dari 136 anggota DPD terpilih sebanyak 42 orang diantarannya adalah perempuan atau sekitar 30,88% dari kursi yang tersedia.

Jumlah ini jauh lebih tinggi dari persentase perempuan di DPR yang sebanyak 120 orang atau sebesar 20,87 persen. Jika digabungkan sebagai anggota MPR, maka total perempuan sebanyak 162 orang, atau sebesar 22,7%.

Apa saja hambatan dalam penyelenggaraan pemilu yang sejalan dengan kesetaraan gender?

Ada beberapa hambatan bagi Pelaksanaan PEMILU yang sejalan dengan kesetaraan gender. Pertama, ada anggapan bahwa kaum perempuan tidak dapat menyampaikan pendapatnya dengan baik dalam forum politik. Kedua, terdapat pandangan yang menyatakan bahwa perbedaan gender akan berpengaruh pada hasil pemilihan umum. Ketiga, sebagian besar partai politik dan lembaga-lembaga politik di negara-negara berkembang masih didominasi oleh laki-laki. Keempat, birokrasi dan proses administrasi dalam sistem politik umumnya cenderung mendiskriminasikan perempuan. 

Hasil dari pemilu 2019 lalu cukup menggambarkan pengaruh keterwakilan perempuan terhadap kebijakan publik yang diambil, seperti pengesahan RUU-PKS (Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual) menjadi UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) No 2 Tahun 2022 lalu, meskipun masih banyak pekerjaan rumah untuk tercapainya kesetaraan gender, kita terus bergerak maju ke arah yang positif.

Semoga pesta demokrasi 2024 nanti dapat menghasilkan proses pengambilan keputusan yang lebih mencerminkan kesetaraan dan keadilan.

Dapat kita simpulkan Kesetaraan Gender dan demokrasi dalam hal ini PEMILU adalah bagian yang tak terpisahkan. Seorang penulis perempuan mesir Nawal El Saadawi yang meninggal pada 21 maret 2021 lalu pernah membuat twit “Women are half the society. You cannot have a revolution without women. You cannot have democracy without women. You cannot have equality without women. You can’t have anything without women,". 

Dalam bahasa indonesia bisa diterjemahkan “Perempuan  adalah setengah dari masyarakat. Anda tidak bisa memiliki revolusi tanpa permpuan. Anda dapat bisa memiliki demokrasi tanpa perempuan. Anda tidak dapat memiliki kesetaraan tanpa perempuan. Anda tidak dapat memiliki apapun tanpa wanita” (9 maret 2018) @NawalElSaadawi1. (Rls)




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

View all comments

Write a comment